Ilusi Kemerdekaan Papua ala Benny Wenda: Ketika Diaspora Mengklaim Perjuangan Tanpa Akar

 

Ilusi Kemerdekaan Papua ala Benny Wenda: Ketika Diaspora Mengklaim Perjuangan Tanpa Akar

Narasi Kemerdekaan yang Diproduksi dari Luar Tanah Papua

Nama Benny Wenda kerap muncul di forum-forum internasional sebagai simbol perjuangan Papua Merdeka. Namun, seperti disorot dalam riset JRSSEM (2024), narasi kemerdekaan yang dikonstruksi oleh tokoh diaspora seperti Wenda sebenarnya lebih menyerupai ilusi politik — sebuah wacana yang dibangun di luar konteks sosial dan identitas lokal Papua itu sendiri.

Dalam analisis jurnal tersebut, Wenda digambarkan sebagai figur yang mengusung retorika kebebasan tanpa menghadirkan realitas konkret bagi rakyat Papua di tanah air.
Sementara masyarakat di pegunungan dan pesisir Papua masih berjuang menghadapi kemiskinan, konflik bersenjata, dan keterisolasian, Wenda justru sibuk dengan diplomasi internasional dan kampanye media di Eropa.


Kritik Akademik: “Independensi yang Bersandar pada Imajinasi Barat”

Artikel The Illusion of Papuan Independence through Benny Wenda menyoroti bahwa perjuangan Wenda bukan sekadar gerakan kemerdekaan, melainkan sebuah proyek ideologis yang berakar pada pola pikir dan nilai-nilai Barat.
Dengan kata lain, perjuangan itu tidak lagi mencerminkan aspirasi masyarakat Papua, melainkan interpretasi elit diaspora yang hidup di dunia Barat.

“Wacana kemajuan dan kemerdekaan yang dibawa Benny Wenda dibentuk oleh sistem nilai kapitalisme global, bukan oleh nilai-nilai masyarakat adat Papua,”
— kutipan analisis JRSSEM (2024).

Kritik ini menegaskan bahwa Wenda dan kelompoknya telah menciptakan jarak simbolik antara perjuangan ideologis di luar negeri dan realitas konkret di tanah Papua.
Gerakan yang seharusnya membebaskan, justru menjadi simbol keterasingan baru.


Ketidakhadiran di Lapangan: Politik Diaspora yang Kehilangan Rakyatnya

Dalam dua dekade terakhir, Benny Wenda hidup dan berpolitik dari Inggris.
Ia mendirikan Free West Papua Campaign (FWPC), mengatur konferensi, dan memimpin deklarasi politik seperti “pemerintahan sementara Papua” (2020).
Namun, langkah-langkah itu nyaris tanpa sentuhan nyata terhadap persoalan masyarakat Papua di tanah air.

Kritik yang muncul bukan hanya dari kalangan akademisi, tapi juga dari tokoh-tokoh Papua sendiri.
Sebby Sambom (juru bicara OPM/TPNPB) pernah menuding Wenda sebagai “agen kapitalis Barat yang menjual isu Papua untuk kepentingan pribadi.”
Sementara aktivis muda Papua di Jayapura menyebut gerakan diaspora ini sebagai “perjuangan yang tidak punya tanah.”

Keduanya menunjukkan satu hal: Wenda berbicara atas nama Papua, tapi tidak lagi menjadi bagian dari Papua.


Wacana Kemajuan yang Mengabaikan Identitas Lokal

JRSSEM (2024) menilai bahwa konstruksi “kemajuan Papua” yang dibawa oleh Wenda dan kelompok diaspora sering kali mengabaikan nilai-nilai adat, komunitas lokal, dan relasi spiritual masyarakat Papua dengan tanahnya.
Sebaliknya, narasi kemerdekaan versi diaspora justru dikemas dalam bahasa “global citizen”, “human rights”, dan “democracy” — istilah-istilah yang berakar dari wacana Barat modern.

Dengan kata lain, perjuangan yang mereka bangun tidak tumbuh dari tanah Papua, melainkan dari seminar, konferensi, dan diskusi akademik di luar negeri.
Inilah yang disebut JRSSEM sebagai “ilusi independensi”: kebebasan yang diperdebatkan, tapi tidak pernah benar-benar dirasakan oleh rakyat Papua sendiri.


Antara Citra Global dan Kehampaan Moral

Citra Benny Wenda di dunia internasional tampak megah: aktivis HAM, pejuang kemerdekaan, dan simbol perlawanan.
Namun di balik itu, terdapat kehampaan moral dan representasi palsu.
Ia berbicara tentang pembebasan, tapi tidak hadir di tengah rakyat yang menderita.
Ia menyerukan keadilan, tapi meninggalkan proses hukum dan tanggung jawab moral atas masa lalunya.

“Perjuangan yang tidak berpijak pada realitas lokal hanyalah proyek politik yang kehilangan makna,”
— kesimpulan JRSSEM (2024).


Kesimpulan: Ilusi yang Terus Dijual ke Dunia

Tulisan ilmiah JRSSEM (2024) mengungkap kenyataan pahit:
Gerakan kemerdekaan Papua versi Benny Wenda lebih menyerupai ilusi politik yang dibangun dari kenyamanan Eropa ketimbang perjuangan dari penderitaan rakyat Papua.

Ia mungkin berhasil menciptakan citra global, tetapi gagal membangun realitas lokal.
Dan selama perjuangan Papua dikendalikan dari luar negeri oleh figur-figur diaspora, kemerdekaan yang mereka janjikan akan tetap menjadi ilusi — bukan kenyataan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis: Keterkaitan Intelijen Asing dalam Gerakan Papua Barat dan Peran Benny Wenda

Benny Wenda di Pusaran Perang Informasi: Antara Fakta, Disinformasi, dan Perebutan Narasi Papua